Penentuan Arah Kiblat di Desa Segerang Mapilli
Mapilli --- Arah kiblat menjadi prasyarat menjalankan ibadah shalat. Di mana pun umat Islam menjalankan ritual keagamaan itu, mereka harus berkiblat ke Ka'bah di Mekkah. Penentuan arah kiblat tentu tak masalah bagi mereka yang berada di dekat Ka'bah. Bagaimana memastikannya jika berada jauh dari tempat suci itu? Beberapa waktu lalu, Masyarakat di Desa Segerang Kecamatan Mapilli melakukan koordinasi ke KUA Mapilli untuk pembangunan Masjid, sehingga beliau meminta Kepala KUA Mapilli untuk membantu dalam menentukan kesahihan arah kiblat masjid yang menurutnya perlu dicapai sebelum masjid dibangun.
Dari permintaan tersebut, pada hari Senin tanggal 15 Oktober lalu, Kepala KUA Mapilli (Ibrahim H, S.Ag) beserta staf dan penyuluh agama dalam menindaklanjuti hal tersebut dengan melakukan pengukuran ditempat yang akan didirikannya masjid dengan penentuan arah kiblat dengan beberapa cara dan yang dipakai umumnya untuk mengacu pada arah utara geografis sebenarnya. Adapun perlengkapannya antara lain; jarum magnetic (kompas), Global Positioning System (GPS), dan arah bayangan matahari. Dari ketiga cara tersebut nantinya mendapatkan hasil yang valid. Penentuan arah kiblat yang dilakukan oleh pihak KUA Mapilli sekaligus peletakan batu pertama pembangunan masjid disaksikan oleh beberapa unsur yakni dari kalangan masyarakat setempat, pemerintah setempat (Kepala Desa Segerang), tokoh agama, tokoh masyarakat, dan lain sebagainya.
Seperti yang telah kami sampaikan di atas, arah kiblat menjadi prasyarat menjalankan ibadah shalat. Olehnya itu kami dari KUA Mapilli sedikit berbagi konsep tentang arah kiblat yakni bahwa pada mulanya, kiblat mengarah ke Yerusalem. Menurut Ibnu Katsir, Rasulullah SAW dan para sahabat salat dengan menghadap Baitul Maqdis. Namun, Rasulullah lebih suka salat menghadap kiblatnya Nabi Ibrahim, yaitu Ka'bah. Oleh karena itu beliau sering salat di antara dua sudut Ka'bah sehingga Ka'bah berada di antara diri beliau dan Baitul Maqdis. Dengan demikian beliau salat sekaligus menghadap Ka'bah dan Baitul Maqdis.
Setelah hijrah ke Madinah, hal tersebut tidak mungkin lagi. Ia salat dengan menghadap Baitul Maqdis. Ia sering menengadahkan kepalanya ke langit menanti wahyu turun agar Ka'bah dijadikan kiblat salat. Allah pun mengabulkan keinginan beliau dengan menurunkan ayat 144 dari Surat al-Baqarah:
Setelah hijrah ke Madinah, hal tersebut tidak mungkin lagi. Ia salat dengan menghadap Baitul Maqdis. Ia sering menengadahkan kepalanya ke langit menanti wahyu turun agar Ka'bah dijadikan kiblat salat. Allah pun mengabulkan keinginan beliau dengan menurunkan ayat 144 dari Surat al-Baqarah:
“Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan dimana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. Dan sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al Kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan (Maksudnya ialah Nabi Muhammad SAW sering melihat ke langit mendoa dan menunggu-nunggu turunnya wahyu yang memerintahkan beliau menghadap ke Baitullah)”.Juga diceritakan dalam suatu hadits riwayat Imam Bukhari:
“Dari al-Bara bin Azib, bahwasanya Nabi SAW pertama tiba di Madinah beliau turun di rumah kakek-kakek atau paman-paman dari Anshar. Dan bahwasanya beliau salat menghadap Baitul Maqdis enam belas atau tujuh belas bulan. Dan beliau senang kiblatnya dijadikan menghadap Baitullah. Dan salat pertama beliau dengan menghadap Baitullah adalah salat Ashar dimana orang-orang turut salat (bermakmum) bersama beliau. Seusai salat, seorang lelaki yang ikut salat bersama beliau pergi kemudian melewati orang-orang di suatu masjid sedang ruku. Lantas dia berkata: "Aku bersaksi kepada Allah, sungguh aku telah salat bersama Rasulullah SAW dengan menghadap Makkah." Merekapun dalam keadaan demikian (ruku) mengubah kiblat menghadap Baitullah. Dan orang-orang Yahudi dan Ahli Kitab senang beliau salat menghadap Baitul Maqdis. Setelah beliau memalingkan wajahnya ke Baitullah, mereka mengingkari hal itu. Sesungguhnya sementara orang meninggal dan terbunuh sebelum berpindahnya kiblat, sehingga kami tidak tahu apa yang akan kami katakan tentang mereka. Kemudian Allah yang Maha Tinggi menurunkan ayat "dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu" (al-Baqarah, 2:143)”.Dengan turunnya ayat tersebut, kiblat diganti menjadi mengarah ke Ka'bah di Mekkah. Selain arah shalat, kiblat juga merupakan arah kepala hewan yang disembelih, juga arah kepala jenazah yang dimakamkan.
No comments :