Berita Terbaru

Kepala KUA Penghulu KUA
Sumaila, S.Pd.I (Ka.) dan Fajruddin, S.Ag (Penghulu)
Subscribe

Subscribe

Subscribe

Subscribe

Subscribe

Subscribe

Mayoritas Masyarakat Memilih “Nikah Bedolan”

Pernikahan adalah upacara pengikatan janji nikah yang dirayakan atau dilaksanakan oleh dua orang dengan maksud meresmikan ikatan perkawinan secara hukum agama, hukum negara, dan hukum adat. Upacara pernikahan memiliki banyak ragam dan variasi antar bangsa, suku satu dan yang lain pada satu bangsa, agama, budaya, maupun kelas sosial. Penggunaan adat atau aturan tertentu kadang-kadang berkaitan dengan aturan atau hukum agama tertentu pula.
Pengesahan secara hukum suatu pernikahan biasanya terjadi pada saat dokumen tertulis yang mencatatkan pernikahan ditanda-tangani. Upacara pernikahan sendiri biasanya merupakan acara yang dilangsungkan untuk melakukan upacara berdasarkan adat-istiadat yang berlaku, dan kesempatan untuk merayakannya bersama teman dan keluarga. Wanita dan pria yang sedang melangsungkan pernikahan dinamakan pengantin, dan setelah upacaranya selesai kemudian mereka dinamakan suami dan istri dalam ikatan perkawinan.

Seperti halnya yang terjadi di masyarakat sulawesi khususnya di Kecamatan Mapilli. Pernikahan dilakukan berdasarkan aturan agama, disamping itu tidak terlepas dengan tradisi budaya local yang menjadi asesoris dalam pernikannya. Salah satu tradisi yang kami adalah pernikahan dilakukan di luar balai nikah atau biasa diistilahkan dengan “nikah bedolan”. Masyarakat mayoritas lebih memilih nikah bedolan ketimbang pernikahnnya (akad nikah) dilangsungkan di balai nikah. Namun, sebahagian kecil saja pelaksanaan pernikahan yang dilangsungkan di Balai Nikah dalam hal ini adalah di KUA Mapilli. Pencatatan calon pengantin nikah bedolan sesuai prosedur teknis yang telah ditetapkan. Seperti yang telah kami sebutkan, bahwa minoritas pernikahan yang berlangsung di balai nikah itupun sehabagian besar calon pengantinnya yang mengalami permasalahan, dalam hal ini adalah wali dari calon pengantin. Namun ada juga calon pengantin yang tidak memiliki lagi  perwalian, tetap saja menginginkan melangsungkan pernikahannya di luar balai nikah atau nikah bedolan.
Dari salah satu masalah tersebut (perwalian), hal ini kerap kali terjadi dimasyarakat. Olehnya itu, Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan adalah sosok yang paling bertanggung jawab dalam masalah nikah dan rujuk. Berdasarkan Peraturan Menteri Agama Nomor 30 Tahun 2005 tentang wali hakim pasal 1 ayat (2) Menteri Agama RI menunjuk Kepala KUA kecamatan untuk menjadi wali hakim bagi mereka yang tidak mempunyai wali. Dalam Kompilasi Hukum Islam (Fikih munakahat ala Indonesia) dalam pasal 23 ayat (2) menyatakan bahwa seorang wali hakim baru bisa bertindak sebagai wali nikah bila wali nasab tidak ada atau tidak mungkin menghadirkannya atau tidak diketahui tempat tinggalnya atau walinya ghaib atau `adhal (enggan). Kepala KUA atau petugas dilapangan harus menyelidiki kebenaran fakta yang sesungguhnya bahwa seorang wali nasab tidak dapat melaksanakan perwaliannya. Perlu kehati-hatian dan penuh pertimbangan dari sisi hukum syar`i dan peraturan perundang-undangan, agar nikah dengan wali hakim tidak digugat di belakang hari.
Seperti pada gambar di atas adalah salah satu warga yang bermasalah dengan perwalian sehingga Kepala KUA Mapilli (Ibrahim H, S.Ag) di dampingi penyuluh Agama Islam Kec. Mapilli (Bakri) menikahkan dan menjadi wali hakim pada calon pengantin tersebut yang dilaksanakan di luar balai nikah (nikah bedolan) pada Jam 11.00 wita Tanggal 5 September 2012 di Desa Segerang. Alhamdulillah, saat ini mereka telah sah dan resmi menjadi suami isteri. (red. penyuluh)


No comments :

Leave a Reply